Kompolnas mengkritik langkah Polresta Samarinda yang memanggil Presiden BEM Universitas Mulawarman (Unmul), Abdul Muhammad Rachim terkait unggahan yang berisikan poster yang menyebut Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagai 'Patung Istana'. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyebutkan penyidik Polri seharusnya tidak melakukan pemanggilan. Sebaliknya, Polri semestinya menghargai kebebasan berpendapat yang disampaikan mahasiswa.
"Sebaiknya polisi melakukan edukasi kepada masyarakat tentang adab bijak bermedsos. Kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat perlu disampaikan secara baik, dan kritik yang diberikan sebaiknya kritik membangun," kata Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Kamis (11/11/2021). Ia menyampaikan Polri juga diminta untuk tidak reaktif menanggapi kritikan yang disampaikan masyarakat. Apalagi, kata Poengky, belum ada pengaduan atau keberatan yang disampaikan oleh Ma'ruf Amin.
"Jika Bapak Wakil Presiden tidak mengadukan secara langsung kepada polisi, maka polisi jangan bertindak terlalu aktif. Apalagi mulai melakukan upaya upaya penegakan hukum. Saya berharap pimpinan kepolisian setempat memberikan arahan agar anggota tidak salah dalam melaksanakan tugas," jelasnya. Ia mengharapkan Polresta Samarinda lebih mengedepankan pendekatan preventif dan preemtif daripada mengedepankan tindakan penegakan hukum dalam menangani masalah yang terkait penerapan UU ITE. Lebih lanjut, Poengky mengingatkan kepolisian agar berhati hati dalam menerapkan aturan. Pasalnya, hal tersebut dapat membuat citra buruk korps Bhayangkara.
"Sudah ada pedomannya, jadi harus dipelajari dan dilaksanakan. UU ITE ini sangat sensitif, jangan sampai penyidik kepolisian salah menerapkan aturan, karena akan mencoreng citra penegak hukum," tukasnya. Diketahui, kedatangan Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin ke Kota Samarinda, Kalimantan Timur mendapat sorotan dari mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Mulawarman (BEM KM Unmul) mengkritik dua tahun masa kepimipinan Jokowi Ma'ruf Amin.
Bahkan, BEM KM Unmul menyebut orang nomor dua di Indonesia sebagai 'Patung Istana'. Sebutan ‘Patung Istana’ ini diunggah BEM KM Unmul dalam akun Instagram nya @bemkmunmul, Selasa (2/11/2021) dalam bentuk grafis. Dalam postingan grafis itu, terdapat tulisan ‘Seruan Aksi’ dan ‘Kaltim Beduka’ diantara foto Ma’ruf Amin.
“Patung Istana Merdeka Datang ke Samarinda” demikianlah kata kata yang tersemat di dalam grafis tersebut. Usai unggahan itu, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Universitas Mulawarman (Unmul) Abdul Muhammad Rachim dipanggil oleh Polresta Samarinda, Kalimantan Timur pada Rabu (10/11/2021). Namun, ia mengaku tidak memenuhi panggilan itu lantaran pemberian surat panggilannya begitu dadakan yakni Senin (8/11/2021).
Sedangkan bertepatan dengan waktu pemanggilan mereka memiliki agenda yang tidak bisa diundur. Kendati demikian, Ia menerangkan pihaknya sudah berkoordinasi dengan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Fakultas Hukum (LKBH FH) Unmul, untuk bisa menginformasikan kepada pihak kepolisian terkait ketidakhadiran mereka. "Insya Allah kami pasti akan hadir pada jadwal Jumat (12/11) atau Senin (15/11) mendatang," ujarnya kepada media saat dikonfirmasi sore tadi.
Ia juga menjelaskan dalam surat kepolisian disebutkan pemanggilan tersebut untuk permintaan keterangan. Namun, disebutkannya juga ada beberapa pasal yang dimasukan yang lebih mengarah ke pencemaran nama baik atau penghinaan. "Diantaranya Pasal 310 dan 311 KUHP. Jadi indikasinya kami dilaporkan juga sih. Cuma sejauh ini tidak tahu siapa yang melapor," ucapnya.
Oleh sebab itu sambungnya, dalam kasus ini mereka didampingi oleh LKBH FH Unmul dan para Dosen Fakultas Hukum. "Sebenarnya untuk kasus seperti ini merupakan delik aduan absolut. Jadi memang untuk ditindaklanjuti mesti ada yang melapor dulu, dari yang merasa dihina atau pihak yang dirugikan," jelasnya. "Saya pribadi lebih berusaha bekerja sama dengan pihak kepolisian. Kalau mereka membutuhkan kejelasan atau klarifikasi, Saya akan hadir," tuturnya.